Oleh: Benjamin Jermias
Email: richardjermias046@gmail.com
![]() |
Indonesia merupakan negara yang kaya akan sumber daya alam yang dapat dikelola menjadi makanan dan minuman yang secara khas berada di berbagai wilayah. Minuman Cap Tikus di Provinsi Sulawesi Utara, Moke di Provinsi Nusa Tenggara Timur dan Sopi di Provinsi Maluku merupakan minuman yang telah diolah dari kekayaan sumber daya alam yang dimiliki. Sopi adalah minuman khas Maluku yang telah diwariskan leluhur turun temurun dari generasi ke generasi. Pada zaman para leluhur, Sopi dikonsumsi secara khusus pada upacara adat yang digelar. Kata Sopi berasal dari bahasa Belanda, Zoopje yang artinya alkohol cair. Sopi dapat dihasilkan dari fermentasi tiga pohon yang berbeda seperti Enau (Arenga pinnata), pohon Siwalan (Borassus akeassii) atau yang biasa di sebut oleh masyarakat setempat ialah pohon koli dan juga pohon kelapa (Cocos nucifera) yang telah mengalami destilasi.
Sopi dalam tradisi masyarakat Maluku adalah lambang kebersamaan yang mengikat. Sopi seringkali digunakan untuk menyelesaikan suatu masalah yang terjadi dalam satu keluarga, marga atau soa bahkan masalah yang terjadi antar desa. Tradisi menggunakan Sopi sebagai bagian dari acara-acara adat memiliki makna tersendiri dan bentuknya juga berbeda. Tulisan ini secara khusus akan mengangkat Sopi dalam tradisi masyarakat di Kabupaten Maluku Barat Daya. Sopi dalam tradisi masyarakat di Bumi Kalwedo (Maluku Barat Daya) dapat dilihat dari tiga segi, yaitu: (1) Sopi sebagai akta prosesi adat; (2) Sopi sebagai sumber ekonomi masyarakat; (3) Sopi sebagai perekat hubungan persaudaraan.
Sumber: Google
1. Sopi Sebagai Akta Prosesi Adat.
Dalam prosesi adat Sopi memiliki peran penting sebagai pelengkap adat yang biasa digunakan dalam proses perkawinan adat, sumpah adat dan penyelesaian masalah. Sopi seringkali digunakan dalam perayaan yang digelar oleh masyarakat, seperti perayaan hari ulang tahun. Selain itu, Sopi juga sering digunakan untuk menyambut tamu yang baru saja berkunjung ke daerah yang ada di Kabupaten Maluku Barat Daya. Hal ini dilakukan sebagai bentuk keramahtamahan sekaligus penerimaan terhadap tamu. Sopi menjadi simbol keakraban antara tuan rumah dan tamu yang datang. Melalui akta Siram Sopi tersebut, maka tamu dianggap sebagai saudara dan diterima untuk hidup bersama dengan masyarakat setempat.
Gambar 2. Pedagang Sopi
Gambar 3. Sopi dalam kemasan
Sumber: Google
2. Sopi Sebagai Sumber Ekonomi Masyarakat.
Masyarakat Maluku Barat Daya adalah sebagian kecil dari masyarakat di Maluku yang menjadikan sopi untuk menambah penghasilan ekonomi rumah tangga. Bagi masyarakat MBD, Sopi hadir bukan hanya sebagai akta prosesi adat, namun kehadiran Sopi untuk membantu masyarakat dalam memenuhi akan kebutuhan sehari-hari. Hampir sebagian masyarakat MBD menjadikan Sopi sebagai sumber utama ekonomi keluarga dan karena itu banyak dari mereka bekerja sebagai petani (tipar Sopi). Hal ini turut didukung dengan kondisi alam yang ada serta komoditi yang tumbuh diatas tanah mereka. Pilihan untuk tipar Sopi dilakukan, karena dari segi ekonomi nilai jual Sopi lebih menguntungkan daripada membuat gula merah.
Ini bukan hanya tuntutan ekonomi semata, tetapi karena masyarakat telah menyatu dengan alam yang telah membentuk karakter mereka sebagai petani tipar Sopi. Dari hasil jualan Sopi, masyarakat bisa terbantu menyekolahkan anak hingga perguruan tinggi. Selain pada jenjang universitas ada banyak anak-anak yang berasal dari MBD yang juga telah menjadi anggota TNI/POLRI berkat hasil penjualan Sopi, sehingga kehadiran Sopi sangatlah penting bagi masyarakat MBD.
Gambar 4. Prosesi Siram Sopi Dalam Hajatan Mata Rumah
Sumber: Google
3. Sopi Sebagai Pengerat Hubungan
Dalam kehidupan sosial Sopi sebagai media untuk mempererat hubungan kekeluargaan maupun relasi dengan orang lain. Masyarakat di Maluku Barat Daya menjadikan Sopi sebagai sarana perekat relasi sosial lintas etnis dan agama. Semua perbedaan akan menyatu ketika Sopi disiram dan diminum. Rasa memiliki sebagai saudara terikat dan semua orang telah menjadi saudara. Ini adalah bentuk solidaritas yang telah terwariskan sejak leluhur di kabupaten bertajuk Bumi Kalwedo itu. Kehadiran sopi zaman Modern walaupun hanya diminum sebagai selingan dalam acara maupun kumpul-kumpul keluarga dan sahabat, namun pemaknaannya sangat mendalam yaitu sebagai pengerat hubungan pergaulan sosial dan untuk menjaga hubungan kekeluargaan yang telah dibangun. Karena minuman tradisional yang satu ini jika dikonsumsi dalam jumlah yang banyak akan mengakibatkan mabuk yang berat.
Sopi yang beredar di masyarakat saat ini mengandung alkohol sekitar 68-70% dan masuk dalam minuman keras golongan C. Sempat ada beberapa rencana pemerintah daerah untuk melegalkan minuman ini agar dapat dikontrol kandungan alkoholnya namun sampai saat ini belum juga terealisasi. Walaupun terus disita oleh pihak berwajib, namun Sopi masih terus dikonsumsi dan digemari masyarakat. Hal ini dikarenakan konsumsi Sopi telah menjadi budaya pada umumnya, bahan baku Sopi yang mudah didapat di hutan-hutan di Maluku Barat Daya dan secara umum di Maluku menjadikan minuman tradisional ini mudah diproduksi secara rumahan, sehingga, meskipun Sopi sampai saat ini masih dipandang ilegal, oleh pemerintah tapi keberadaannya masih dibutuhkan segelintir masyarakat yang bergantung pada hasil produksi minuman tradisional ini.
Sopi juga telah beberapa kali mendapat tinjauan dari tokoh-tokoh agama agar tidak diminum di sembarang tempat terutama tempat umum. Tidak jarang minuman yang satu ini menjadi penyebab masalah baik kecelakaan lalu lintas maupun perselisihan antar kampung. Peraturan Presiden (Pepres) No.74 tahun 2013 dan Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permenndagri) No.6 tahun 2015, belum bisa diberlakukan sepenuhnya untuk minuman sopi karena sangat mengakar dalam kebudayaan masyarakat Maluku.
Selanjutnya seperti yang telah di jelaskan di atas bahwa kehadiran Sopi mengundang respon dari berbagai pihak. Banyak yang menilai bahwa Sopi merupakan media penyebab masalah, namun perlu kita ketahui bahwa Sopi merupakan warisan budaya yang harus di lestarikan keberadaannya di tengah masyarakat. Sesuai dengan keputusan menteri pendidikan dan kebudayaan nomor: 63394/MPK.E/KB/2016 telah mengangkat dan menetapkan Sopi sebagai warisan budaya tak benda Indonesia. Ini merupakan kebanggaan tersendiri bagi masyarakat Maluku secara keseluruhan yang senantiasa memproduksi Sopi. Sebenarnya sopi mempunyai peran yang tidak jauh berbeda dengan minuman Cap Tikus, apabila Sopi dilegalkan, maka dapat dijadikan sebagai komoditas serta mampu memberikan pendapatan bagi kas daerah. Hal ini telah menjadi pembahasan bagi DPRD Kabupaten Maluku Barat Daya, namun kemudian pada akhirnya hanya sebatas wacana.
Sopi perlu menjadi perhatian khusus dari Pemerintah Provinsi Maluku untuk dijadikan sebagai minuman berlabel yang secara ekonomi dapat berkontribusi bagi Pendapatan Asli Daerah (PAD). Kehadiran Blok Masela menjadi salah satu pasar yang berpotensi secara ekonomi bagi Pendapatan Asli Daerah (PAD) Maluku. Karena itu, apabila Sopi dilegalkan dan dijadikan sebagai minuman khas Maluku yang berlabel, maka akan sangat diminati oleh pasar regional, nasional dan internasional.
Kalwedo
Tidak ada komentar:
Posting Komentar